Rabu, 02 April 2014

Penyebab Menunda-nunda Pekerjaan dan Solusinya


Masalah utama yang menyebabkan kita suka menunda-nunda adalah lemahnya dalam memutuskan prioritas. Pekerjaan kita banyak, maka kita harus memiliki prioritas, sehingga ada pekerjaan yang jelas harus kita lakukan. Saat tidak ada prioritas, maka semua akan mengambang, semua akan tertunda, sebab pikiran kita bingung.

Anda harus mengambil keputusan, mana yang menjadi prioritas. Jika Anda bekerja mandiri atau seorang pebisnis, yang diperlukan adalah keberanian untuk memutuskan dan menunda bahkan menghilangkan pekerjaan yang tidak diperlukan.

Jika Anda masih bekerja kepada orang lain, maka yang diperlukan adalah komunikasi yang baik dengan atas agar bisa menentukan prioritas pekerjaan. Dengan komunikasi yang baik, seharusnya akan jelas mana yang menjadi prioritas, mana yang tidak.

Masalah kedua yang menjadikan kita biasa menunda-nunda pekerjaan adalah banyaknya gangguan. Banyak sekali gangguan yang bisa merusak fokus kita. Sehingga saat kita akan melakukan sebuah pekerjaan, datang gangguan, kemudian kita beralih ke gangguan tersebut.

Disinilah, kita harus bisa mengkondisikan diri agar gangguan tersebut berkurang. Email, telephon, Facebook, twitter, BBM, WhatAps, dan sebagainya bisa menjadi gangguan juga. Silahkan atur sedemikian hingga agar tidak lagi merusak konsentrasi yang ujung-ujungnya menunda pekerjaan.

Masalah ketiga yang menyebabkan kita menunda-nunda pekerjaan adalah kurangnya kejelasan dan kekuatan tujuan. Ini juga berkaitan dengan prioritas. Jika tidak ada tujuan yang jelas, maka akan sulit membuat prioritas. Maka langkah pertama adalah membuat tujuan terlebih dahulu.

Dua hal yang penting dari sebuah tujuan adalah kejelasan yang kekuatan tujuan. Kejelasan akan menjadikan Anda lebih fokus dan mudah membuat prioritas. Sementara kekuatan tujuan agar bisa menarik Anda agar segera melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.



By : DEVI  DARMA  R.

Keutamaan Basmalah

Mulailah setiap pekerjaanmu dengan bismillah ketika berangkat sekolah, makan, atau mengerjakan ulangan. Insya Allah pekerjaan kita akan lancar dan mendapat pahala pula.
Kita harus ingat bahwa yang memberi tenaga dan kekuatan kepada kita adalah Allah. Oleh karena itu, mengucapkan bismillah sesungguhnya merupakan permohonan kepada Allah agar kita dapat mengerjakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.


Aisyah Saraswati
IX-F

Selasa, 01 April 2014

persahabatan


Sahabat..
Engkaulah jiwa hidupku
Engkaulah sinar hidupku
Engkaulah segalanya dalam hidupku
KITA SELALU BERSAMA
Sedih, sunyi, canda, tawa kita lewati bersama
Kemanapun bagai tali yang telah diikat kuat, yang tak dapat dilepas
Kau hibur aku disaat gundah dan kuhibur kau disaat kau membutuhkan
Kita saling melengkapi satu sama lain




By : Riska ayu nur fitria

persahabatan


Sahabat..
Engkaulah jiwa hidupku
Engkaulah sinar hidupku
Engkaulah segalanya dalam hidupku
KITA SELALU BERSAMA
Sedih, sunyi, canda, tawa kita lewati bersama
Kemanapun bagai tali yang telah diikat kuat, yang tak dapat dilepas
Kau hibur aku disaat gundah dan kuhibur kau disaat kau membutuhkan
Kita saling melengkapi satu sama lain




By : Riska ayu nur fitria

memahami makna syahadat dan uregensinya


fungsi syahadatain:
1. merupakan dasar bernilainya ajaran islam
2.merupakan syarat untuk masuk jannah
3.merupakan pembela antara orang yang mukmin dengan kafir
4.merupakan syarat untuk mendapatkan syafaat dari rasulullah pada hari kiamat
5.merupakan syarat jaminan perlindungan harta.jiwa dan kehormatan seseorang

konsekuensi syahadat:
1.beribadah hanya kepada allah dan mengkufuri peribadatan kepada selainnya
2.menerima syari’at allah baik dalam urusan ibadah maupun urusan muamalah
3.menolak syari’at selain syari’at allah
4.menetapkan asma’ dan sifat allah sebagaimana yang di tetapkan allah dan rasulnya.serta menafikan apa yang di nafikan oleh keduanya

yang membatalkan syahadat:  
1.syirik I’tiqadi (menyekutukan allah)
2.kufur I’tiqadi (tidak beriman kepada allah dan rasulnya)
3.nifa’ I’tiqadi (menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran)
4.riddah (ingkar setelah beriman)

By : Ari rizma rizkya     - Ummul latifa
          Ummi waridah s. 

Minggu, 30 Maret 2014

Biografi Imam Syafi'i



A.        

Imam Syafi'i (150-204 H/767-820 M). Nama lengkap beliau adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris al-Hasyimi al-Muthalibi bin Abbas bin Usman bin As-Syafi'i. Lahir di Gaza, Palestina pada tahun 159 H/767 M dan wafat di Mesir pada tahun 204 H/820 M. Sejak kecil beliau telah menjadi yatim. Kemudian diajak oleh ibunya pergi ke Mekkah, tempat kelahiran nenek moyangnya.

Sejak usia kanak-kanak beliau telah hafal al-Quran dan belajar sastra Arab dari sastrawan terkenal di pedalaman (al-Badiyah) kepada al-Huzail hingga beliau menguasai bahasa dan sastra Arab dengan baik. Bahkan dalam usia 15 tahun beliau telah diizinkan oleh gurunya, Muslim bin Khalid, seorang mufti Mekkah untuk mengeluarkan fatwa. Setelah itu, beliau pergi ke Madinah untuk berguru kepada Imam Malik bin Anas. Di kota ini beliau belajar dengan Imam Malik dan mengkaji kitab al-Muwaththa' dengan baik. Bahkan dalam tempo sembilan malam beliau telah menghafal keseluruhan isi kitab tersebut dengan baik.

Setelah itu beliau melakukan pengembaraan ilmiahnya ke Yaman, Baghdad (182-195 H/798-811 M), Mekkah (187-195 H/803-811 M) untuk berguru kepada Imam Ahmad bin Hanbal mengenai ilmu fiqih dan ushul fiqih, hingga Mesir (200-204 H/816-820 M). Di kota-kota inilah beliau banyak bertemu dengan para ahli dalam berbagai bidang pengetahuan sehingga wawasannya semakin bertambah. Di Baghdad, Imam Syafi'i menulis buku berjudul al-Hujjah, yang kemudian dikenal dengan istilah Qaul Qadim. Setelah kepergiannya ke Mesir, beliau mengarang mazhabnya yang baru.
Biografi Imam Syafi'i: Pendiri Mazhab Syafi'iyah
Pokok mazhabnya secara berturut-turut merujuk kepada al-Quran, sunah, ijma', dan qiyas. Beliau tidak mengambil aqwal al-shahabah sebagai rujukan. Menurutnya, pendapat para sahabat adalah ijtihad yang mengandung kemungkinan salah dan benar. Beliau juga meninggalkan praktik istihsan yang dipakai oleh mazhab Malikiyah dan Hanafiyah. Di antara karya beliau yang sangat monumental adalah al-Umm dan al-Risalah.

*) Dari berbagai sumber


Biografi Imam Syafi'i: Pendiri Mazhab Syafi'iyah Ditulis Oleh: Jejak Puisi
Rating: 5
Reviewer: 90 Reviews





Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Shafiʿī atau Muhammad bin Idris asy-Syafi`i (bahasa Arab: محمد بن إدريس الشافعي) yang akrab dipanggil Imam Syafi'i (Ashkelon, Gaza, Palestina, 150 H / 767 - Fusthat, Mesir 204H / 819M) adalah seorang mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafi'i. Imam Syafi'i juga tergolong kerabat dari Rasulullah, ia termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu keturunan dari al-Muththalib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek Muhammad.
Saat usia 20 tahun, Imam Syafi'i pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama besar saat itu, Imam Malik. Dua tahun kemudian, ia juga pergi ke Irak, untuk berguru pada murid-murid Imam Hanafi di sana.
Imam Syafi`i mempunyai dua dasar berbeda untuk Mazhab Syafi'i. Yang pertama namanya Qaulun Qadim dan Qaulun Jadid.

Kelahiran dan kehidupan keluarga

Kelahiran

Kebanyakan ahli sejarah berpendapat bahwa Imam Syafi'i lahir di Gaza, Palestina, namun di antara pendapat ini terdapat pula yang menyatakan bahwa dia lahir di Asqalan; sebuah kota yang berjarak sekitar tiga farsakh dari Gaza. Menurut para ahli sejarah pula, Imam Syafi'i lahir pada tahun 150 H, yang mana pada tahun ini wafat pula seorang ulama besar Sunni yang bernama Imam Abu Hanifah.
Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Sesungguhnya Allah telah mentakdirkan pada setiap seratus tahun ada seseorang yang akan mengajarkan Sunnah dan akan menyingkirkan para pendusta terhadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Kami berpendapat pada seratus tahun yang pertama Allah mentakdirkan Umar bin Abdul Aziz dan pada seratus tahun berikutnya Allah menakdirkan Imam Asy-Syafi`i”.

Nasab

Imam Syafi'i merupakan keturunan dari al-Muththalib, jadi dia termasuk ke dalam Bani Muththalib. Nasab Beliau adalah Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin As-Sa’ib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Al-Mutthalib bin Abdulmanaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah di Abdul-Manaf.
Dari nasab tersebut, Al-Mutthalib bin Abdi Manaf, kakek Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie, adalah saudara kandung Hasyim bin Abdi Manaf kakek Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam .
Kemudian juga saudara kandung Abdul Mutthalib bin Hasyim, kakek Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam , bernama Syifa’, dinikahi oleh Ubaid bin Abdi Yazid, sehingga melahirkan anak bernama As-Sa’ib, ayahnya Syafi’. Kepada Syafi’ bin As-Sa’ib radliyallahu `anhuma inilah bayi yatim tersebut dinisbahkan nasabnya sehingga terkenal dengan nama Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie Al-Mutthalibi. Dengan demikian nasab yatim ini sangat dekat dengan Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam .
Bahkan karena Hasyim bin Abdi Manaf, yang kemudian melahirkan Bani Hasyim, adalah saudara kandung dengan Mutthalib bin Abdi manaf, yang melahirkan Bani Mutthalib, maka Rasulullah bersabda:
Hanyalah kami (yakni Bani Hasyim) dengan mereka (yakni Bani Mutthalib) berasal dari satu nasab. Sambil beliau menyilang-nyilangkan jari jemari kedua tangan beliau.
—HR. Abu Nu’aim Al-Asfahani dalam Hilyah nya juz 9 hal. 65 - 66

Masa belajar

Setelah ayah Imam Syafi’i meninggal dan dua tahun kelahirannya, sang ibu membawanya ke Mekah, tanah air nenek moyang. Ia tumbuh besar di sana dalam keadaan yatim. Sejak kecil Syafi’i cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra sampai-sampai Al Ashma’i berkata,”Saya mentashih syair-syair bani Hudzail dari seorang pemuda dari Quraisy yang disebut Muhammad bin Idris,” Imam Syafi’i adalah imam bahasa Arab.

Belajar di Makkah

Di Makkah, Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia 15 tahun. Demi ia merasakan manisnya ilmu, maka dengan taufiq Allah dan hidayah-Nya, dia mulai senang mempelajari fiqih setelah menjadi tokoh dalam bahasa Arab dan sya’irnya. Remaja yatim ini belajar fiqih dari para Ulama’ fiqih yang ada di Makkah, seperti Muslim bin khalid Az-Zanji yang waktu itu berkedudukan sebagai mufti Makkah.
Kemudian beliau juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, juga belajar dari pamannya yang bernama Muhammad bin Ali bin Syafi’, dan juga menimba ilmu dari Sufyan bin Uyainah.
Guru yang lainnya dalam fiqih ialah Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya. Dia pun semakin menonjol dalam bidang fiqih hanya dalam beberapa tahun saja duduk di berbagai halaqah ilmu para Ulama’ fiqih sebagaimana tersebut di atas.

Belajar di Madinah

Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Ia mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Imam Syafi’i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan pamannya, Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain.
Di majelis beliau ini, si anak yatim tersebut menghapal dan memahami dengan cemerlang kitab karya Imam Malik, yaitu Al-Muwattha’ . Kecerdasannya membuat Imam Malik amat mengaguminya. Sementara itu As-Syafi`ie sendiri sangat terkesan dan sangat mengagumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam Sufyan bin Uyainah di Makkah.
Beliau menyatakan kekagumannya setelah menjadi Imam dengan pernyataannya yang terkenal berbunyi: “Seandainya tidak ada Malik bin Anas dan Sufyan bin Uyainah, niscaya akan hilanglah ilmu dari Hijaz.” Juga beliau menyatakan lebih lanjut kekagumannya kepada Imam Malik: “Bila datang Imam Malik di suatu majelis, maka Malik menjadi bintang di majelis itu.” Beliau juga sangat terkesan dengan kitab Al-Muwattha’ Imam Malik sehingga beliau menyatakan: “Tidak ada kitab yang lebih bermanfaat setelah Al-Qur’an, lebih dari kitab Al-Muwattha’ .” Beliau juga menyatakan: “Aku tidak membaca Al-Muwattha’ Malik, kecuali mesti bertambah pemahamanku.”
Dari berbagai pernyataan beliau di atas dapatlah diketahui bahwa guru yang paling beliau kagumi adalah Imam Malik bin Anas, kemudian Imam Sufyan bin Uyainah. Di samping itu, pemuda ini juga duduk menghafal dan memahami ilmu dari para Ulama’ yang ada di Al-Madinah, seperti Ibrahim bin Sa’ad, Isma’il bin Ja’far, Atthaf bin Khalid, Abdul Aziz Ad-Darawardi. Ia banyak pula menghafal ilmu di majelisnya Ibrahim bin Abi Yahya. Tetapi sayang, guru beliau yang disebutkan terakhir ini adalah pendusta dalam meriwayatkan hadits, memiliki pandangan yang sama dengan madzhab Qadariyah yang menolak untuk beriman kepada taqdir dan berbagai kelemahan fatal lainnya. Sehingga ketika pemuda Quraisy ini telah terkenal dengan gelar sebagai Imam Syafi`ie, khususnya di akhir hayat beliau, beliau tidak mau lagi menyebut nama Ibrahim bin Abi Yahya ini dalam berbagai periwayatan ilmu.

Di Yaman

Imam Syafi’i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana. Disebutkanlah sederet Ulama’ Yaman yang didatangi oleh beliau ini seperti: Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagi yang lainnya. Dari Yaman, beliau melanjutkan tour ilmiahnya ke kota Baghdad di Iraq dan di kota ini beliau banyak mengambil ilmu dari Muhammad bin Al-Hasan, seorang ahli fiqih di negeri Iraq. Juga beliau mengambil ilmu dari Isma’il bin Ulaiyyah dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya.

Di Baghdad, Irak

Kemudian pergi ke Baghdad (183 dan tahun 195), di sana ia menimba ilmu dari Muhammad bin Hasan. Ia memiliki tukar pikiran yang menjadikan Khalifah Ar Rasyid.

Di Mesir

Imam Syafi’i bertemu dengan Ahmad bin Hanbal di Mekah tahun 187 H dan di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i menimba ilmu fiqhnya, ushul madzhabnya, penjelasan nasikh dan mansukhnya. Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya (madzhab qodim). Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru (madzhab jadid). Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab 204 H.

                                                                                           by : abidatul afifah

Kamis, 20 Maret 2014

Perpisahan Termanis

perpisahan ternyata sudah diambang mata...
memang benar adanya kau tinggalkan kami...
kebersamaan ini memang tak selalu ada...
kebersamaan hanya sebuah dogeng cerita kehidupan...
apa yang kau risaukan saat ini...
apa yang ingin kau dapat pasti kau raih...
bersenang-senanglah...
harapan kesepian makin tak ada lagi dalam benak ku...
jika kau sedih akupun turut gelisah...
raihlah segala citamu...
harapan akan selalu ada...
jika kita pisah jangan lupakan aku...